Pustakawan BPAD Babel
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1989,
tanggal 6 Maret 1989 menetapkankan Perpustakaan Nasional RI, setelah digabung
dengan Pusat Pembinaan Perpustakaan, menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Dengan status kelembagaan yang baru ini, secara resmi pula Perpustakaan
Nasional RI lepas dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Penyempurnaan
susunan organisasi, tugas, dan fungsi Perpustakaan Nasional RI dalam rangka
menghadapi era globalisasi dilakukan pemerintah dengan menerbitkan Keputusan
Presiden RI Nomor 50 Tahun 1997, tanggal 29 Desember 1997.
Uraian di atas menunjukkan bahwa perhatian pemerintah
terhadap perkembangan perpustakaan boleh dikatakan terlambat. Ibu Pertiwi yang
dilahirkan secara merdeka tahun 1945, baru melahirkan perpustakaan nasional 35
tahun kemudian (1980). Ironisnya lagi, pemerintah membutuhkan waktu 9 tahun
untuk mengakui perpustakaan nasional sebagai "anak kandung" yang
sejajar dengan "anak-anak" yang lain dengan status mandiri (LPND,
tahun 1989). Bandingkan dengan Malaysia, yang merdeka pada tahun 1963, telah
mampu melahirkan Perpustakaan Negara Malaysia pada tahun 1971. Jepang yang
hancur lebur di bombardir bom atom sekutu tahun 1945, telah melahirkan
Perpustakaan Nasional 3 tahun kemudian (1948).
Keterlambatan pemerintah untuk memberdayakan institusi
pusat informasi dan minat baca mengakibatkan lahirlah suatu masyarakat
yang jauh dari budaya membaca. Padahal, menurut H.A.R Tilaar (1999),
membaca pada hakekatnya merupakan proses untuk memiliki ilmu pengetahuan.
Proses memiliki ilmu pengetahuan merupakan suatu proses yang lebih dikenal
dengan belajar. Belajar yang merupakan inti dari pendidikan sebagian besar
didominasi oleh kegiatan membaca. Ilmu pengetahuan yang berkembang sangat
pesat itu tidak mungkin lagi dapat dikuasai melalui proses mendengar atau
proses transisi dari sumber ilmu pengetahuan (guru) tetapi melalui berbagai
sumber ilmu pengetahuan yang hanya dapat diketahui melalui proses membaca.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses belajar
adalah proses membaca. Proses membaca adalah proses memberikan arti kepada
dunia (give meaning to the world). Hal ini berarti bahwa pemberi arti
itu sendiri terus berkembang. Perkembangan arti yang dikenal sebagai wawasan
dari arti tersebut berkembang melalui bacaan baik bersumber dari buku maupun
bacaan melalui media elektronika. Pemberian arti terhadap dunia
melalui "documented vision" yaitu dengan jalan membaca,
atau dengan cara visual dari alat-alat media elektronika.
Ironisnya, masyarakat kita sudah terlanjur
tenggelam dalam budaya irassional, klenik, pornografi, dan hedonisme.
Mereka larut dalam budaya yang steril dari budaya ilmu, ilmiah, dan rasional.
Tayangan televisi yang didominasi oleh tayangan klenik dan misteri seperti
dunia lain, gentayangan, percaya tidak percaya, dan berbagai sinetron misteri
menunjukkan bahwa masyarakat belum mampu membebaskan diri dari tradisi
takhayul. Anehnya lagi, di negeri ini pornografi dan kekerasan telah menjadi
acara penghibur masyarakat melalui layar kaca.
Bandingkan dengan tradisi masyarakat Negara-negara yang
sudah maju, mereka lebih tertarik untuk menyelidiki dan mengekspos tayangan
yang lebih bertradisi ilmiah, semacam Discovery
Channel, dan Harun Yahya Channel dengan mengungkap berbagai
rahasia kehidupan binatang. Tradisi ilmiah tidak dapat dibangun dengan sekejap
mata, melainkan bertitik tolak dari tradisi membaca. Tradisi membaca inilah
yang sejak lama memperoleh perhatian dari pemerintah Negara-negara maju
sehingga mampu menghasilkan masyarakat yang bercorak ilmiah dan rasional.
Namun,
dengan segala keterlambatan yang ada, Perpustakaan Nasional RI kini
memiliki peluang yang relatif besar untuk bersaing dengan bidang pembangunan
lainnya dalam memberikan layanan kepada publik. Perpustakaan Nasional RI
mestinya harus memiliki semangat kepemudaan ini yang dicirikan dengan heroisme,
revolusioner, kreatif, dan inovatif dalam mengembangkan diri sebagai pelayan
publik di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.
Alvin
Toffler mengatakan siapa yang menguasai informasi berarti telah menguasai
dunia. Perpustakaan nasional sebagai pusat informasi sangat diperlukan oleh
masyarakat untuk menuju jendela kemajuan peradaban. Masyarakat yang
"melek" informasi tentu akan lebih mudah memberdayakan dirinya
sendiri dan lingkungannya. Sebaliknya, masyarakat yang "buta"
informasi akan sulit untuk memberdayakan dirinya sendiri, bahkan pada titik
kritis ia akan "diperdayai" oleh orang atau bangsa lain sang penguasa
informasi. Fenomena TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri yang cenderung
buta informasi membuktikan hal ini. Mereka diperlakukan secara tidak
manusiawi karena minimnya akses terhadap informasi.
Perkembangan Perpustakaan Babel
Otonomi
daerah yang mulai digulirkan sejak tahun 1999, sering menjadi kambing hitam
tidak terjalinnya komunikasi yang baik antara Perpustakaan Nasional RI dengan
perpustakaan di daerah. Dalam setiap tantangan, pada hakekatnya selalu
tersimpan peluang. Begitu juga dengan otonomi daerah, bukanlah penghalang bagi
Perpustakaan Nasional RI untuk bergerilya ke daerah "untuk
menyadarkan" Bupati, DPRD, Dinas Pendidikan, dan perangkat daerah lainnya
agar memberikan ruang dan tempat yang terhormat kepada perpustakaan. Perpustakaan
Nasional RI jangan hanya mengadakan kegiatan seminar di pusat saja, melainkan
perlu turun gunung membangunkan elit pemerintah kabupaten/kota yang masih
"tidur minatnya" untuk mengembangkan perpustakaan di daerahnya.
Bangka
Belitung menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 berubah menjadi Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, Kepala Daerah/Gubernur pun akan memasuki Kepala
Daerah/Gubernur yang ke-3 kali. 12 Tahun sudah provinsi ini berdiri di bumi
Indonesia dengan segala perkembangan dan kemajuan yang ada selama ini.
Fasilitas infrastruktur dan perdagangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
mungkin mengalami kemajuan, tapi sungguh ironi perpustakaan yang merupakan
pusat informasi terkesan terabaikan atau di “anak tirikan” dalam pembangunan. Perpustakaan
Kota Pangkalpinang terbentuk pada tahun 1997 merupakan satu-satunya sentral
pusat informasi pada saat itu dan menyusul terbentuknya perpustakaan Provinsi
pada tahun 2008.
Perkembangan
perpustakaan pada saat ini tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kemajuan. Perpustakaan
Kota Pangkalpinang yang telah bermitra dengan perpustakaan provinsi belum
memberikan dampak yang sangat signifikan bagi pembangunan, indikator ini dapat
diketahui dari jumlah pengunjung dan kesadaran para pengguna perpustakaan untuk
memanfaatkan perpustakaan dengan sebaiknya atau bahkan masih banyak warga yang
belum mengetahui keberadaan perpustakaan tersebut. Yang lebih miris lagi adalah
masih ada sebagian masyarakat atau bahkan para pemimpin daerah yang belum
mengetahui arti penting sebuah perpustakaan, sehingga perpustakaan seperti
lembaga yang diakui hanya untuk “sekedar ada”.
Perpustakaan
sekolah pun sama halnya dengan perpustakaan umum yang telah dipaparkan diatas,
dari sekian banyak perpustakaan sekolah yang ada hanya ada beberapa perpustakaan
sekolah yang telah memiliki tenaga pengelola yang sesuai dengan standar yang
telah diatur oleh Undang-undang No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan dan salah
satu amanatnya dalam pasal 23 adalah pembentukan Perpustakaan Sekolah. Disitu
pun dijelaskan bahwa sekolah/ madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5 %
dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar
belanja pegawai dan belanja modal untuk
pegembangan perpustakaan.
Perpustakaan
provinsi pun selama ini telah membuat program yang bertujuan untuk mengenalkan
perpustakaan kepada masyarakat. Di tingkat Kelurahan/desa telah dibangun 14
perpustakaan tiap kabupaten yang telah dijalankan dalam 2 tahap. Setiap
tahunnya akan terus dibangun perpustakaan kelurahan/desa sehingga tercipta
perpustakaan di tiap desa dengan tujuan meningkatkan minat baca dan
memperkenalkan layanan perpustakaan yang ada di Provinsi Bangka Belitung.
Aplikasi Total Quality Services (TQS)
Fandy Tjiptono (1997), dalam bukunya "Prinsip-Prinsip
Total Quality Service" mengungkapkan, ada tiga kunci memberikan layanan
pelanggan yang unggul. Konsep ini, jika diterapkan dalam konteks layanan
perpustakaan terhadap pengguna perpustakaan menjadi : pertama, kemampuan
memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat pengguna perpustakaan. Termasuk di
dalamnya memahami tipe-tipe pengguna perpustakaan.
Sedikitnya
ada 5 (lima) tipe pengguna perpustakaan, yaitu pertama, prospek, yaitu
orang-orang yang mengenal manfaat perpustakaan, tetapi belum pernah mengunjungi
dan memanfaatkan jasa perpustakaan. Kedua, pengunjung, yaitu prospek
yang telah yakin untuk mengunjungi perpustakaan tersebut, minimal satu kali.
Tetapi, pengunjung masih belum membuat keputusan untuk memanfaatkan ataupun
meminjam koleksi bahan pustaka. Ketiga, pemakai, yaitu orang yang
memanfaatkan/meminjam koleksi bahan pustaka yang dimiliki oleh perpustakaan. Keempat,
klien, yaitu orang yang secara rutin mengakses, memanfaatkan, dan meminjam
koleksi bahan pustaka di perpustakaan. Kelima, penganjur, yaitu pemakai
yang sedemikian puasnya dengan layanan yang diberikan oleh perpustakaan,
sehingga ia akan menceritakan kepada siapa saja tentang betapa memuaskannya
layanan perpustakaan tersebut.
Kedua, pengembangan database yang lebih
akurat daripada pesaing jasa informasi lainnya. Database koleksi bahan pustaka
yang dimiliki oleh Perpustakaan Provinsi Babel harus mampu bersaing dengan
penyedia jasa informasi lainnya, terutama dengan harapan pesaing dari dunia
maya. Situs internet juga harus dibangun bagi perpustakaan provinsi. Hal ini
perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah Provinsi, agar tidak menjadi
"perpustakaan ketinggalan kereta".
Ketiga,
pemanfaatan informasi-informasi yang diperoleh dari riset pengguna perpustakaan
dalam suatu kerangka strategik yang diwujudkan dalam pengembangan relationship
marketing, yang bercirikan : (1) berfokus pada customer retention, (2)
orientasi pada manfaat jasa perpustakaan, (3) layanan pemakai sangat
diperhatikan dan ditekankan, (4) komitmen terhadap pengguna perpustakaan sangat
tinggi, (5) kontak dengan pengguna perpustakaan sangat tinggi, dan (6) kualitas
jasa perpustakaan memperoleh perhatian semua pihak.
Strategi TQS Dalam Memelihara
Kualitas Layanan
Strategi
untuk memelihara kualitas layanan perpustakaan mencakup : pertama, atribut
layanan pengguna perpustakaan Layanan perpustakaan harus tepat waktu, akurat,
penuh perhatian dan keramahan, mengingat layanan tidak berwujud fisik
(intangible) dan merupakan fungsi dari persepsi. Selain itu, layanan juga bersifat
tidak tahan lama (perishable), sangat variatif (variable), dan tidak
terpisahkan antara koleksi bahan pustaka dan pengguna perpustakaan.
Atribut-atribut layanan ini dapat dirangkum dalam akronim COMFORT, yaitu
Caring (kepedulian), Observant, (suka
memperhatikan), Mindful (hati-hati/cermat), Friendly
(ramah), Obliging (bersedia membantu), Responsible
(bertanggung jawab), dan Tacful (bijaksana). Aplikasi
atribut-atribut ini sangat tergantung pada keterampilan hubungan antar pribadi,
komunikasi, pemberdayaan, pengetahuan, sensitivitas, pemahaman, dan berbagai
macam perilaku eksternal.
Kedua, sistem umpan balik
untuk meningkatkan kualitas layanan terhadap pengguna perpustakaan. Umpan balik
sangat diperlukan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan yang berkesinambungan.
Untuk itu, perpustakaan perlu mengembangkan sistem yang responsif terhadap
kebutuhan, keinginan, dan harapan pengguna perpustakaan. Informasi umpan balik
harus difokuskan pada hal-hal berikut : (a) memahami persepsi pengguna
perpustakaan terhadap perpustakaan, (b) mengukur dan memperbaiki kinerja
perpustakaan, (c) mengubah bidang-bidang terkuat perpustakaan menjadi faktor
pembeda dengan penyedia jasa informasi lainnya, (d) mengubah kelemahan menjadi
peluang untuk berkembang, sebelum pesaing lain melakukannya, dan (e)
menunjukkan komitmen perpustakaan pada kualitas dan para pengguna perpustakaan.
Salah satu umpan balik yang perlu
diperhatikan oleh Perpustakaan Nasional RI adalah penanganan keluhan pengguna
perpustakaan. Dalam menghadapi pengguna yang tidak puas dengan layanan yang
diberikan, perpustakaan perlu menumbuhkan empati untuk mendinginkan
suasana. Perpustakaan perlu mendengarkan keluhan pengguna tentang kekecewaannya
yang tidak menemukan informasi yang dicarinya. Perpustakaan tidak perlu sibuk
membela diri dalam menghadapi keluhan dari pengguna, melainkan berusaha
mencari solusi yang terbaik bagi pengguna perpustakaan.
Keluhan dari pengguna harus segera
ditanggapi oleh pihak perpustakaan, jika tidak, perpustakaan akan ditinggalkan
oleh penggunanya. Citra perpustakaan yang sudah semakin baik di mata
publik, janganlah dicemari dengan keterlambatan penanganan keluhan. Dengan
penanganan keluhan yang cepat tepat diharapkan dapat mengeliminasi sebagian
besar ruang kekecewaan publik terhadap perpustakaan. Perpustakaan jangan sampai
terkontaminasi oleh patologi birokrasi yang terkenal dengan layanan yang
bertele-tele, lambat, tidak jelas, dan berkomitmen rendah terhadap
publik.
Ketiga, strategi Relationship
Marketing, yaitu strategi di mana transaksi informasi yang terjadi antara
perpustakaan dan pengguna perpustakaan dapat terus berlanjut, tidak hanya
berlangsung sekali saja. Dengan kata lain perpustakaan perlu memberdayakan
pengguna perpustakaan sedemikian rupa sehingga timbulah kesetiaan/loyalitas
para pengguna perpustakaan terhadap perpustakaan. Perpustakaan dapat
memfasilitasi pembentukan kelompok pembaca, klub buku, kelompok penggemar
buku, maupun kelompok diskusi berdasarkan selera pembaca terhadap
buku-buku tertentu
Komunitas sosial semacam ini sudah
lama dibentuk oleh penerbit buku untuk menjaga loyalitas pembeli buku terhadap
pihak penerbit. Penerbit Gramedia, misalnya merupakan penerbit yang sudah
cukup lama berkecimpung dalam pembentukan klub buku. Tahun 1995 Gramedia Book
Club (GBC) didirikan dan sejak tahun 1999 tidak hanya GBC, penerbit ini
menawarkan VIP Card yang banyak memberikan kemudahan bagi anggotanya.
Tujuannya, tak lain adalah untuk memupuk ikatan dengan pelanggan-pelanggan
setia Gramedia di manapun berada (Kompas, 19 Maret 2005).
0 komentar:
Post a Comment