Monday, April 9, 2012

HARMONISASI KOMUNIKASI PUSTAKAWAN SEBAGAI TUNTUTAN PROFESI


Oleh Dian ekatama
Pustakawan BPAD Prov Babel

Setiap orang pasti punya definisi masing-masing tentang perpustakaan. Hal itu tergantung dari segi mana mereka melihatnya dan latar belakang masyarakat yang menilainya. Namun secara umum, masyarakat mengidentikkan perpustakaan sebagai ruangan tempat penyimpanan dan peminjaman buku. Karena pemahaman yang sederhana itu membuat perpustakaan belum memiliki daya tarik yang besar. Padahal dalam pembentukan perpustakaan yang ideal membutuhkan kerjasama yang baik dengan pemakai. Pustakawan bisa menjadi mitra dengan pemustaka perpustakaan. Tanggung jawab dalam membangun perpustakaan bukan saja milik pemerintah dan pustakawan, Akan tetapi semua pihak dan elemen masyarakat yang peduli akan perpustakaan. Perpustakaan sebagai fasilitas pendukung dalam dunia pendidikan. Sehingga perpustakaan tidak bisa dibiarkan begitu saja, memerlukan perhatian khusus agar pembangunan perpustakaan tepat sasaran.


Etika Pustakawan
Etika merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat praktis yang merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika dibagai menjadi dua kelompok  yaitu etika umum dan etika khusus. Masalah dasar etika khusus adalah bagaimana seseorang harus bertindak dalam bidang tertentu, dan bidang tersebut perlu ditata agar mampu menunjang pencapaian kebaikan hidup  manusia.  Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial, yang keduanya berhubungan dengan tingkah laku manusia sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai warga masyarakat. Sedangkan etika sosial menyangkut hubungan antar manusia baik hubungan yang bersifat langsung maupun dalam bentuk kelembagaan.  Contoh etika sosial antara lain, etika profesi , etika politik, etika bisnis, etika lingkungan hidup, dan sebagainya. Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, menurut semua dimensinya (Abbas-Hamami M.). Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etik (Sulistio-Basuki)


Organisasi Pustakawan
           Pustakawan mempunyai organisasi yang disebut Ikatan Pustakawan Indonesia, disingkat IPI yang merupakan sebuah organisasi profesi. Pustakawan mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada  ilmu dan profesi yang disandang  dalam hubungannya dengan perpustakaan sebagai suatu lembaga, pemustaka, rekan pustakawan, antar sesama profesi dan masyarakat pada umumnya. Untuk membina dan membentuk karakter pustakawan, mengawasi tingkah laku pustakawan dan sarana kontrol sosial, mencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat, menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada perpustakaan dan mengangkat citra pustakawan. 

Sikap dan Prilaku Pustakawan
              Latar belakang pendidikan pustakawan beraneka ragam. Di mulai Pendidikan SMU plus diklat perpustakaan, D2 perpustakaan, D3 perpustakaan, S1 sampai dengan S3 perpustakaan. Profesi sebagai pustakawan cukup diminati. Seperti halnya pustakawan, semua pekerjaan pasti ada sisi positif-negatifnya. Bekerja sebagai pustakawan memiliki kesenangan tersendiri bila kita jalani dengan tulus dan ikhlas. Seperti halnya bimbingan dan pendidikan pemakai bagi pemustaka. Pustakawan dituntut cakap dan terampil dalam menangani permasalahan perpustakaan. Kemampuan untuk membiasakan diri tampil sebagai ahli-ahli perpustakaan yang terlatih dan terdidik.
              Pustakawan yang berinsan dan mau berpikir jernih hendak mau dan tahu serta memilah milah mana yang baik dan mana yang benar, mama yang harus didahulukan dan mana yang harus dikerjakan. Berpikir jernih terhadap suatu pekerjaan, kerjasama antar sesama pustakawan dan buanglah sifat iri, dengki dan suka mengusik kehidupan serta pekerjaan orang lain. Ke tempat kerja sebaiknya diniatkan terlebih dahulu. Bahwa ke ketempat kerja memang untuk bekerja. Tidak perlu membuat blok blok antar sesama pustakawan. Sebaiknya yang tua mengajarkan kebaikan sehingga bisa ditiru oleh rekan kerja yang lebih muda. Peka terhadap lingkungan sekitar, sadar akan tanggung jawab dan mengerti apa yang harus dikerjakan. Sikap mempengaruhi rekan kerja pada akhirnya akan menjadi bumerang dan berdampak bagi diri sendiri. Berbuat baik, berbuat kearah positif itu dirasakan susah bagi mereka yang sudah terbiasa “sakit” jika melihat teman bekerja.
              Keingintahuan terhadap ilmu yang kemudian dipelajari, dikerjakan adalah baik. Merusak tali silahturahmi antar sesama pustakawan dirasa tidak mengenakkan. Sesama profesi pustakawan yang hanya bekerja dibidang itu-itu saja sampai memasuki masa pensiun, ada baiknya selalu menjaga hubungan baik, bekerja sama, komunikasi dan pandai menempatkan diri. Menjadi diri sendiri, dan tidak perlu memihak, membenci, mengikuti perilaku yang tidak baik yang bukan urusan kita. Perbedaan ras, suku, agama dan latar belakang pendidikan bukanlah faktor penghambat dalam suatu pekerjaan. Akan tetapi perbedaan itu indah yang merujuk pada keanekaragaman individu.

Solusi  
              Berkarier sebagai pustakawan memiliki kesenangan tersendiri bagi setiap individu pustakawan. Meskipun bukan petugas sosial, dirasa seperti petugas sosial, karena menyampaikan informasi yang bernilai ilmu kepada penggunanya. Bukan informasi sesat, akan tetapi informasi yang dapat membantu user dapat akses informasi yang diminta seperti informasi yang terkait dengan bidang perpustakaan. Sebagai pustakawan yang memiliki etika, hendaknya berkomitmen dalam mengembangkan bidang perpusdokinfo, menggunakan hal-hal baru yang menunjang dan mengangkat martabat nama baik perpustakaan, berkemauan untuk bersikap innovatif, memiliki kesadaran yang tinggi dalam melayani pemustaka tanpa membedakan ras, suku, agama, golongan maupun jabatan.

 
Pengambil Keputusan
              Jabatan pimpinan di suatu SKPD merupakan posisi tertinggi di lingkungan kerja. Selaku pimpinan harus dapat memanage stafnya. Seorang pimpinan harus berani mengambil keputusan sekalipun itu berisiko. Berisiko disini adalah efek dari keputusan yang diambil alih sang pimpinan. Bisa dikatakan pimpinan memiliki pendirian dan prinsip. Sikap “Plin-plan” tidak diharapkan dalam mengambil keputusan dan memimpin stafnya. Semua harus terkontrol sekalipun menimbulkan pro dan kontra dalam suatu lembaga pekerjaan. Semua keputusan yang sudah diambil harus dijalankan sesuai dengan ketentuan tertentu dan perlu mengindahkan aturan yang ada.

2 comments: